Dakwah. Satu kata yang gampang diucapkan namun memiliki konsekuensi besar dibelakangnya. Mudah bagi yang benar-benar mengikhlaskan diri kepada ALLAH SWT dan sebaliknya, sangat berat bagi orang-orang yang belum memahami hakekat dakwah itu sendiri.
Dakwah. Begitu ringan lidah mengatakannya. Akan tetapi, pengorbanan harta dan jiwa yang tulus karena mengharapkan ridho Sang Pencipta merupakan substansi perjuangan dakwah. Sehingga pada akhirnya, dakwah dapat menyaring kaum munafik dari barisan kaum mukminin. Hanya orang-orang yang beriman kepadaNYA yang sanggup mengorbankan semua itu.
Dakwah adalah menyeru manusia ke jalan ALLAH dengan hikmah dan keteladanan yang baik, sehingga mengingkari Thagut (sesuatu yang dicintai/dipuja/diutamakan melebihi kecintaan kepada ALLAH) dan beriman kepadaNYA, menuju masyarakat madani. Pelaku dakwah disebut dengan da’i. Dan setiap umat islam pada hakekatnya adalah da’i. Dalam prakteknya, da’i sering juga disebut dengan kader. Berangkat dari definisi dakwah tadi, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa mustahil dakwah dapat dilakukan jika seorang kader belum dapat menjadi contoh yang bagus di tengah-tengah objek dakwah, yang dalam kasus rill adalah masyarakat. Mustahil dakwah dapat diwujudkan jika para kader masih terlena dengan Thagut yang memiliki topeng yang berbeda-beda pada setiap pribadi kader, misalnya kedudukan, wanita atau laki-laki, materi, dsb. Dan sangat mustahil dakwah akan ada jika iman sang kader masih dipertanyakan.
Sepintas dilihat, perjuangan dakwah memang sangat berat. Namun, ALLAH sudah berjanji akan membalas semua pengorbanan itu dengan balasan yang berlipat-lipat ganda, diantaranya pahala, kedudukan yang mulia di sisiNYA, mati syahid, dan lain sebagainya, dimana balasan yang paling menggiurkan dari semuanya adalah surga. Dan puncaknya yaitu bertemu dengan ALLAH SWT (Allahu Akbar!). Oleh karena itu, perjalanan dakwah tidak bertaburan dengan ‘bunga-bunga’ yang indah, makanan yang lezat, materi yang berlimpah, dan kesenangan-kesenangan dunia lainnya, namun perjalanan ini tidak akan lepas dari derita dan air mata, tetapi berujung dalam kesenangan yang maha sempurna dan abadi, surga.
Ada beberapa karakter yang harus dimiliki oleh seorang kader sejati, antara lain :
- Salimul Akidah (akidah yang selamat)
- Shahihul Ibadah (ibadah yang sahih)
- Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh)
- Qowiyyul Jism (jasad yang kuat)
- Mutsaqoful Fikri (wawasan yang luas)
- Qodirun ‘Alal Kasbi (berpenghasilan)
- Haritsun ‘Ala Waqtihi (memanajemen waktu)
- Munazhan Fi Syu’unihi (teratur dalam urusan)
- Mujahidu Linafsihi (bersungguh terhadap diri)
- Nafiun Lighairihi (bermanfaat bagi orang lain)
Sebagaimana sholat yang mempunyai 13 rukun, dalam berdakwah ada 10 rukun baiat, yaitu :
- Al Fahmu (faham)
- Al Ikhlas (ikhlas)
- Al Amal (amal)
- Al Jihad (jihad)
- Tadhhiyah (pengorbanan)
- Thoat (taat)
- Tsabat (teguh)
- Tajarrud (totalitas)
- Ukhuwah (ukhuwah)
- Tsiqoh (percaya)
Dalam prakteknya, dakwah memiliki metode yang jelas, yang disebut dengan manhaj dakwah. Hal ini tentu saja dimaksudkan agar pergerakan dan perjuangan ini terlaksana secara teratur dan terencana. Sehingga tujuan dakwah dapat tercapai, yaitu islam menjadi pemimpin dunia ini. Cita-cita tersebut tentu saja membutuhkan proses yang tidak instan. Oleh karena itu, umat islam harus disadarkan terlebih dahulu bahwa mereka semua adalah da’i atau kader bagi agamanya. Sementara itu, dalam pelaksanaan manhaj dakwah itu sendiri, semua kader harus bekerja sama, atau sering disebut dengan amal jama’i. Inilah kemurnian dakwah yang sebenarnya. Jika semua kader (baca : umat islam) dapat bersatu dan kembali pada hakekat dakwah, maka tujuan dakwah dapat terwujud. Wallahu’a’lam.